Selasa, 15 Mei 2012

ular taipan papua








Description: besar, bergerak cepat ular yang biasanya keabu-abuan, coklat tua sampai hitam di atas dengan garis oranye merah besar dorso-vertebral yang terbentang sepanjang sebagian besar belakang. Perut dapat putih ke oranye dalam warna. Ujung hidung dan sisi bibir biasanya krem. Ada variasi lokal dan regional dalam spesimen pewarnaan dan bahkan dari lokasi yang sama mungkin berbeda dalam warna. Kepala panjang dan berbeda dari kuat berotot tapi langsing leher dan forebody. Taipan Papua memiliki kepala khas besar yang kasar persegi panjang; tubuh besar, panjang dan otot; ekor itu bulat dan meruncing ke ujung halus. Mulut besar dan rahang bawah mengartikulasikan baik kembali di luar sisik labial memberikan ular ini sebuah menganga yang sangat besar dan kemampuan untuk mengakomodasi item mangsa yang sangat besar.
Scalation: sisik punggung dalam 21-23 baris pada pertengahan tubuh, dan sebagian besar jatuh pingsan, terutama pada leher; 220-250 ventrals; anal tunggal; 60-80 subcaudals pasangan.
Body Ukuran: Rata-rata panjang: 1,8 meter untuk betina dan 2,0 meter untuk pria, panjang maksimum: diklaim 3,4 meter, namun spesimen lebih dari 2,6 meter jarang terlihat.
Distribusi: Spesies ini dibatasi untuk padang rumput dan hutan savana di provinsi-provinsi pesisir selatan Teluk Milne, Tengah (termasuk Distrik Ibu Kota Nasional), Teluk dan provinsi Barat. Absen dari dataran hutan hujan dataran rendah antara Purari dan Sungai Bamu. Spesimen telah dicatat dari daratan dekat Samarai Island di Teluk Milne provinsi dan yang umum di daerah terbuka savana hutan dan padang rumput barat melalui Magarida (Iruna), Boru, dan kabupaten Lagoon Marshall. Rentang ini membentang di sepanjang pesisir pantai dan ke kaki bukit Pegunungan Owen Stanley dekat Sogeri, meliputi Distrik Ibu Kota Nasional dan berlanjut sampai ke tingkat yang ketiga Mekeo timur Teluk provinsi untuk di barat Malalaua dekat Koaru. Slater catatan bahwa spesies juga terjadi di padang rumput terpencil di sekitar Sungai Vailala barat Kerema.
Spesies ini absen dari Cekungan Kikori tetapi Papua taipan telah ditemukan di kedua sisi Sungai Fly, dan gigitan telah dicatat di Balimo, Suki, dan Wipim Morehead. Tidak bisa ditemukan di Pulau Daru selama penelitian pada tahun 2004, dan ada catatan rumah sakit tidak ada yang berasal dari envenomation di Pulau. Taipan Papua telah dikumpulkan oleh herpetologis di selatan Papua Barat (Indonesia) di sekitar Merauke dan barat ke daerah Sungai Wildoman. Ada juga rekor dikonfirmasi dari Saibai Island (Australia).
Habitat: Inhabits padang rumput dan savana hutan dengan ketinggian sekitar 400 meter. Beradaptasi dengan baik untuk bidang kegiatan manusia dan sering tinggal di desa taman dan wilayah pemukiman. Taipan Papua relatif umum di pinggiran kota Port Moresby terutama di sekitar Gerehu, Waigani, Erima, Korobosea dan Kaugere. Dalam kedua daerah perkotaan dan pedesaan ular ini sering ditemukan dekat pemukiman atau di sekitar plot kebun. Di daerah pedesaan Tengah dan Provinsi Papua Teluk taipan yang umum di bidang kunai (Imperata cylindrica) atau lubang-lubang (Themeda triandra) padang rumput, dan melaleuca scrub akasia, savana (Eucalyptus spp.) Hutan dan 'kering' habitat tropis. Taipan Papua sering menyeberang jalan kerikil transecting hamparan besar dari lubang-lubang tebu atau rumput kunai, khususnya di kabupaten Mekeo, Rigo dan Kupiano-Moreguina.
Diet: Feed pada berdarah panas mangsa; terutama tikus dan mamalia kecil dengan ukuran bandicoots, tetapi juga diketahui makan tanah tinggal burung. Muncul tidak terpengaruh oleh pengenalan kodok tebu (Bufo marinus), yang diperkirakan menjadi penyebab penurunan katak pemakan spesies. Seperti spesies lainnya terus menurun, proporsi gigitan ular dengan spesies ini akan naik.
Reproduksi: Oviparous memproduksi 1-2 cengkeraman 16-22 telur setiap tahun. Kawin telah diamati antara Juni dan Juli. Inkubasi normal adalah 60-66 hari, tetapi ular betina biasanya meninggalkan telur mereka dalam waktu beberapa hari untuk meletakkan mereka.
Kegiatan: taipan Papua biasanya hanya aktif di siang hari. Kebanyakan terlihat bergerak sekitar antara awal sampai akhir pagi, dan kemudian lagi selama pertengahan hingga sore. Selama penelitian di PNG tidak ada spesimen yang diamati lebih dari 06:30. Tidak cukup diketahui untuk mengetahui apakah para taipan lebih aktif pada waktu yang berbeda tahun ini.
Perilaku: Seekor ular, sangat pemalu sangat gugup yang mencoba untuk menghindari kontak manusia, tetapi yang akan mempertahankan diri ketika terancam keras, membuat mereka musuh yang sangat berbahaya. Taipan mampu ganas pertahanan diri dan dapat menimbulkan beberapa gigitan dalam suksesi cepat menggunakan 'snap dan rilis strategi, di mana sejumlah besar racun yang disuntikkan dengan setiap gigitan berikutnya. Taipan juga menyerang lebih tinggi dari spesies berbisa lainnya; gigitan ke betis atau bahkan di atas lutut dapat terjadi. Ini adalah ular hanya di PNG cenderung 'menyerang' ancaman yang dirasakan.
Pentingnya Kedokteran: Spesies yang paling berbahaya dari ular berbisa di Papua New Guinea, dengan produksi racun tertinggi dan taring terpanjang. Ada banyak bukti bahwa ular ini menyebabkan sebagian besar gigitan ular serius mengakui di provinsi Pusat. Lalloo et al (1995) menunjukkan, dengan menggunakan tes diagnostik tertentu (EIA), yang 82,3% dari gigitan ular serius di provinsi Tengah disebabkan oleh taipan Papua.
Venom: Kedua komponen yang paling penting dari racun taipan adalah (1) suatu racun saraf ireversibel yang menghancurkan ujung saraf, dan (2) suatu aktivator kuat dari faktor pembekuan darah (protrombin), yang menyebabkan darah incoagulable terlihat pada pasien gigitan taipan banyak . Selain racun ini ada juga beberapa komponen kecil lainnya yang berkontribusi terhadap efek envenoming. 

sumber :
 

http://www.avru.org/files/imported/research/png_srp/implicated_spp/snakebite2_files/oscutellatus1.jpg
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.avru.org/research/png_srp/implicated_spp/snakebite2.html

http//upnjatim.ac.id  

gadung luwuk


 

 Ular bangkai laut 


Ular bangkai laut adalah sejenis ular berbisa yang berbahaya. Memiliki nama ilmiah Trimeresurus albolabris, ular ini juga dikenal dengan nama-nama lain seperti oray bungka, oray majapait (Sd.), ula bangka-laut atau ula gadung luwuk (Jw.), tarihu (Dompu), dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama white-lipped tree viper, white-lipped pit-viper, merujuk pada bibirnya yang berwarna keputih-putihan, atau bamboo pit-viper karena kebiasaannya berada di rumpun bambu.
Ular ini juga dinamai ular hijau karena warna tubuhnya. Namun penamaan ini bisa menyesatkan, karena cukup banyak jenis-jenis ular pohon yang berwarna hijau, seperti halnya ular pucuk (Ahaetulla spp.) dan ular bajing (Gonyosoma oxycephalum) yang tidak berbahaya.

Pemerian

Ular yang sedang besarnya, agak gemuk pendek dan tak begitu lincah. Kepala jelas menjendol besar, seperti seekor kodok yang ‘tertancap’ di atas leher yang mengecil. Memiliki dekik pipi (loreal pit) yang besar dan menyolok di belakang lubang hidung di depan mata. Sepasang taring besar dan panjang yang bisa dilipat terdapat di bagian depan rahang atas, tertutup oleh selaput lendir mulut.
Panjang ular jantan sekitar 60 cm dan yang betinanya bisa mencapai 80 cm. Berekor kecil pendek, sekitar 10-13 cm, namun kuat ‘memegang’ ranting yang ditempatinya (prehensile tail).
Kepala dan tubuh bagian atas (dorsal) berwarna hijau daun, dengan bibir keputihan atau kekuningan (albolabris; albus, putih dan labrum, bibir). Terdapat warna belang-belang putih dan hitam pada kulit di bawah sisik pada tubuh bagian depan, yang baru nampak bila ular merasa terancam. Sisi bawah tubuh (ventral) kuning terang sampai kuning pucat atau kehijauan; pada hewan jantan dengan garis kuning yang lebih tua (atau lebih nyata) pada batas dengan warna hijau (garis ventrolateral). Sisi atas ekor berwarna kemerahan, seolah-olah terpulas oleh lipstik.
Tak seperti kebanyakan ular, yang sisi atas kepalanya tertutup oleh sisik-sisik berukuran besar (disebut perisai) yang tersusun simetris, sisi atas kepala ular bangkai laut (dan umumnya marga Trimeresurus) ini ditutupi oleh banyak sisik kecil yang terletak tidak beraturan; setidaknya, tak membentuk pola simetris. Melintasi atas kepala di antara kedua matanya, terdapat sekitar 8-12 deret sisik kecil; tidak termasuk sebuah perisai supraokular yang sempit memanjang --kadang-kadang membesar pula-- di atas masing-masing bola matanya. Perisai labial (bibir) atas 10-11 (12) buah; yang paling depan bersatu sebagian atau seluruhnya dengan perisai nasal (hidung).
Sisik-sisik dorsal kasar berlunas, tersusun dalam 21 (jarang 19) deret. Sisik ventral 155-166 buah pada hewan jantan, dan 152-176 pada yang betina. Sisik subkaudal (di bawah ekor) 60-72 pasang pada ular jantan dan 49-66 pasang pada ular betina.

Kebiasaan

Ular yang aktif di malam hari (nokturnal) dan tidak begitu lincah. Kerap terlihat menjalar lambat-lambat di antara ranting atau di atas lantai hutan; meskipun apabila terancam dapat pula bergerak dengan cepat dan gesit. Menyukai hutan bambu dan belukar yang tidak jauh dari sungai, ular bangkai laut sering didapati berdiam di antara daun-daun dan ranting semak atau pohon kecil sampai dengan 3 m di atas tanah. Tidak jarang pula ditemukan di kebun dan pekarangan di dekat rumah.
Mangsa ular ini terutama adalah kodok, burung dan mamalia kecil; juga kadal. Perburuannya dalam gelap malam amat dibantu oleh indera penghidu bahang (panas) tubuh yang terletak pada dekik pipinya.
Pada siang hari ular ini menjadi lembam, dan tidur bergulung di cabang pohon, semak atau kerimbunan ranting bambu. Sering pula ditemukan ular-ular yang kesiangan dan lalu tidur sekenanya di dekat pemukiman orang, seperti di tumpukan kayu atau di sudut para-para di belakang rumah.
Ular bangkai laut bersifat ovovivipar, yakni telur-telurnya menetas semasa masih di dalam perut dan keluar sebagai anak-anak ular, sehingga seakan-akan melahirkan. Anaknya dapat mencapai lebih dari 25 ekor sekali ‘bersalin’ (David and Vogel, 1997). Anak-anak ular ini turun ke lantai hutan dan vegetasi bawah untuk memburu kodok yang menjadi makanannya.

Bisa dan akibat gigitan

Ular bangkai laut termasuk ular yang agresif, mudah merasa terganggu dan lekas menggigit. Ular ini merupakan penyumbang kasus gigitan ular terbanyak, yakni sekitar 50% kasus di Indonesia (Kawamura dkk. 1975, seperti dikutip dalam David and Vogel, 1997). 2,4% di antaranya berakibat fatal.
Menurut pengalaman, ular ini biasanya menggigit para pencari kayu bakar, pencari rumput atau gembala yang tengah berjalan di hutan. Keyakinan orang-orang desa di Dompu, Sumbawa, ular ini menggigit sebab merasa terganggu. Ketika serombongan orang lalu di hutan, orang pertama yang lewat dan secara tak sengaja menyenggol dahan tempat tidur ular tarihu ini biasanya selamat, tak digigit. Ular itu hanya terbangun dan berwaspada. Orang kedua atau ketigalah yang biasanya tergigit.
Seperti umumnya ular bandotan (viper), ular bangkai laut ini memiliki bisa yang berbahaya. Bisa ini disuntikkan ke tubuh korbannya melalui sepasang taring besar melengkung yang beralur di tengahnya. Meski demikian, tidak semua gigitan ular disertai dengan pengeluaran bisa. Gigitan ‘kering’, yang bersifat refleks atau peringatan, biasanya tidak disertai bisa dan karenanya tidak membahayakan. Gigitan ‘kering’ ular ini tidak menimbulkan gejala-gejala keracunan seperti yang diuraikan di bawah.
Bisa ular ini, dan umumnya ular Crotalinae, bersifat hemotoksin, merusak sistem peredaran darah. Gigitan ular ini pada manusia menimbulkan rasa sakit yang hebat, dan kerusakan jaringan di sekitar luka gigitan. Dalam menit-menit pertama setelah gigitan, jaringan akan membengkak dan sebagian akan berwarna merah gelap, pertanda terjadi perdarahan di bawah kulit di sekitar luka. Menyusul terjadi pembengkakan, rasa kaku dan nyeri yang meluas perlahan-lahan ke seluruh bagian anggota yang tergigit. Rasa nyeri terasa terutama pada persendian antara luka dan jantung. Apabila tidak ditangani dengan baik, perdarahan internal dapat menyusul terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, dan bahkan dapat membawa kematian.

sumber :


http://id.wikipedia.org/wiki/Ular_bangkai_laut

http//upnjatim.ac.id  

buaya




Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya ikan (Tomistoma schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut ‘buaya’ aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat buaya yang berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya, namun ada pula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Dikenal pula beberapa nama daerah untuk menyebut buaya, seperti misalnya buhaya (Sd.); buhaya (bjn); baya atau bajul (Jw.); bicokok (Btw.), bekatak, atau buaya katak untuk menyebut buaya bertubuh kecil gemuk; senyulong, buaya jolong-jolong (Mly.), atau buaya julung-julung untuk menyebut buaya ikan; buaya pandan, yakni buaya yang berwarna kehijauan; buaya tembaga, buaya yang berwarna kuning kecoklatan; dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris buaya dikenal sebagai crocodile. Nama ini berasal dari penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka saksikan di Sungai Nil, krokodilos; kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti ‘batu kerikil’, dan deilos yang berarti ‘cacing’ atau ‘orang’. Mereka menyebutnya ‘cacing bebatuan’ karena mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai yang berbatu-batu.

Biologi dan perilaku

Buaya, seperti halnya dinosaurus, memiliki tulang-tulang iga yang termodifikasi menjadi gastralia
Di luar bentuknya yang purba, buaya sesungguhnya merupakan hewan melata yang kompleks. Tak seperti lazimnya reptil, buaya memiliki jantung beruang empat, sekat rongga badan (diafragma) dan cerebral cortex. Pada sisi lain, morfologi luarnya memperlihatkan dengan jelas cara hidup pemangsa akuatik. Tubuhnya yang "streamline" memungkinkannya untuk berenang cepat. Buaya melipat kakinya ke belakang melekat pada tubuhnya, untuk mengurangi hambatan air dan memungkinkannya menambah kecepatan pada saat berenang. Jari-jari kaki belakangnya berselaput renang, yang meskipun tak digunakan sebagai pendorong ketika berenang cepat, selaput ini amat berguna tatkala ia harus mendadak berbalik atau melakukan gerakan tiba-tiba di air, atau untuk memulai berenang. Kaki berselaput juga merupakan keuntungan manakala buaya perlu bergerak atau berjalan di air dangkal.
Buaya dapat bergerak dengan sangat cepat pada jarak pendek, bahkan juga di luar air. Binatang ini memiliki rahang yang sangat kuat, yang dapat menggigit dengan kekuatan luar biasa, menjadikannya sebagai hewan dengan kekuatan gigitan yang paling besar. Tekanan gigitan buaya ini tak kurang dari 5.000 psi (pounds per square inch; setara dengan 315 kg/cm²)bandingkan dengan kekuatan gigitan anjing rottweiler yang hanya 335 psi, hiu putih raksasa sebesar 400 psi, atau dubuk (hyena) sekitar 800 – 1.000 psi. Gigi-gigi buaya runcing dan tajam, amat berguna untuk memegangi mangsanya. Buaya menyerang mangsanya dengan cara menerkam sekaligus menggigit mangsanya itu, kemudian menariknya dengan kuat dan tiba-tiba ke air. Oleh sebab itu otot-otot di sekitar rahangnya berkembang sedemikian baik sehingga dapat mengatup dengan amat kuat. Mulut yang telah mengatup demikian juga amat sukar dibuka, serupa dengan gigitan tokek. Akan tetapi sebaliknya, otot-otot yang berfungsi untuk membuka mulut buaya amat lemah. Para peneliti buaya cukup melilitkan pita perekat besar (lakban) beberapa kali atau mengikatkan tali karet ban dalam di ujung moncong yang menutup, untuk menjaganya agar mulut itu tetap mengatup sementara dilakukan pengamatan dan pengukuran, atau manakala ingin mengangkut binatang itu dengan aman. Cakar dan kuku buaya pun kuat dan tajam, akan tetapi lehernya amat kaku sehingga buaya tidak begitu mudah menyerang ke samping atau ke belakang.
Buaya memangsa ikan, burung, mamalia, dan kadang-kadang juga buaya lain yang lebih kecil bahkan bangkai buaya dewasa. Reptil ini merupakan pemangsa penyergap; ia menunggu mangsanya hewan darat atau ikan mendekat, lalu menerkamnya dengan tiba-tiba. Sebagai hewan yang berdarah dingin, predator ini dapat bertahan cukup lama tanpa makanan, dan jarang benar-benar perlu bergerak untuk memburu mangsanya. Meskipun nampaknya lamban, buaya merupakan pemangsa puncak di lingkungannya, dan beberapa jenisnya teramati pernah menyerang dan membunuh ikan hiu. Perkecualiannya adalah burung cerek Mesir, yang dikenal memiliki hubungan simbiotik dengan buaya. Konon, burung ini biasa memakan hewan-hewan parasit dan sisa daging yang berdiam di mulut buaya, dan untuk itu sang raja sungai membuka mulutnya lebar-lebar serta membiarkan si cerek masuk untuk membersihkannya.

Pada musim kawin dan bertelur buaya dapat menjadi sangat agresif dan mudah menyerang manusia atau hewan lain yang mendekat. Di musim bertelur buaya amat buas menjaga sarang dan telur-telurnya. Induk buaya betina umumnya menyimpan telur-telurnya dengan dibenamkan di bawah gundukan tanah atau pasir bercampur dengan serasah dedaunan. Induk tersebut kemudian menungguinya dari jarak sekitar 2 meter.
Embrio buaya tak memiliki kromosom seksual, yakni kromosom yang menentukan jenis kelamin anak yang akan ditetaskan. Jadi tak sebagaimana manusia, jenis kelamin buaya tak ditentukan secara genetik. Alih-alih, jenis kelamin ini ditentukan oleh suhu pengeraman atau suhu sarang tempat telur ditetaskan. Pada buaya muara, suhu sekitar 31,6°C akan menghasilkan hewan jantan, sedikit lebih rendah atau lebih tinggi dari angka itu akan menghasilkan buaya betina. Masa pengeraman telur adalah sekitar 80 hari, tergantung pada suhu rata-rata sarang.
Buaya ditengarai memiliki insting untuk kembali ke tempat tinggalnya semula (homing instinct). Tiga ekor buaya yang ganas di Australia Utara telah dipindahkan ke lokasinya yang baru, sejauh 400 km, dengan menggunakan helikopter. Akan tetapi dalam tiga minggu hewan-hewan ini diketahui telah tiba kembali di tempat asalnya. Kejadian ini terpantau melalui alat pelacak yang dipasang pada tubuh reptil tersebut.
Menurut pengetahuan sekarang, buaya memiliki kekerabatan yang lebih erat dengan burung dan dinosaurus, dibandingkan dengan kebanyakan reptil umumnya. Tiga kelompok yang pertama itu, ditambah dengan kelompok pterosaurus, digolongkan menjadi grup besar Archosauria (='reptil yang menguasai'

Umur

Tidak ada cara yang meyakinkan untuk menghitung umur buaya, selain dengan mengetahui waktu penetasannya dahulu, meskipun ada beberapa teknik yang telah dikembangkan. Metode yang paling umum digunakan untuk menaksir umur hewan ini ialah dengan menghitung lingkaran tumbuh pada tulang dan gigi. Tiap-tiap lapis lingkaran menggambarkan adanya perubahan pada laju pertumbuhan, yang mungkin disebabkan oleh perubahan musim kemarau dan hujan yang berulang setiap tahun. [3] Dengan tetap mengingat peluang ketidaktepatan metode ini, buaya yang tertua kemungkinan adalah spesies yang terbesar. Buaya muara (C. porosus) diperkirakan dapat hidup rata-rata hingga 70 tahun, dengan sedikit individu yang terbukti dapat melebihi umur 100 tahun. Salah satu buaya tertua yang tercatat, mati di kebun binatang Rusia pada usia sekitar 115 tahun.
Seekor buaya air tawar jantan yang dipelihara di Kebun Binatang Australia diperkirakan berumur 130 tahun. Hewan ini diselamatkan Bob Irwin dan Steve Irwin dari alam liar setelah ditembak dua kali oleh pemburu. Akibat tembakan senjata itu, buaya tersebut (yang kini dijuluki sebagai "Mr. Freshy") kehilangan mata kanannya.

Ukuran

Ukuran tubuh buaya sangat bervariasi dari jenis ke jenis, mulai dari buaya kerdil hingga buaya muara raksasa. Spesies bertubuh besar dapat tumbuh lebih panjang dari 5 m dan memiliki berat melebihi 1.200 kg. Walaupun demikian, bayi-bayi buaya hanya berukuran sekitar 20 cm tatkala menetas dari telur. Spesies buaya terbesar adalah buaya muara, yang hidup di wilayah Asia Tenggara hingga ke Australia utara.
Ukuran terbesar buaya muara hingga kini masih diperdebatkan. Buaya terbesar yang pernah tercatat adalah seekor buaya muara raksasa sepanjang 8,6 m, yang tertembak oleh seorang guru sekolah di Australia. Sedangkan buaya terbesar yang masih hidup adalah seekor buaya muara sepanjang 7,1 m di Suaka Margasatwa Bhitarkanika, Orissa, India. Pada bulan Juni 2006, rekornya dicatat pada The Guinness Book of World Records.
Dua catatan lain yang tepercaya mengenai ukuran buaya terbesar adalah rekor dua ekor buaya sepanjang 6,2 m. Buaya yang pertama ditembak di Sungai Mary, Northern Territory, Australia pada 1974 oleh seorang pemburu gelap, yang kemudian diukur oleh seorang petugas kehutanan. Sedangkan buaya yang kedua dibunuh di Sungai Fly, Papua Nugini. Ukuran buaya kedua ini sebetulnya diperoleh dari kulit, yang diukur oleh Jerome Montague, seorang peneliti margasatwa. Dan karena ukuran kulit selalu lebih kecil (menyusut) dari ukuran hewan aslinya, dipercaya bahwa buaya kedua ini sedikitnya berukuran 10 cm lebih panjang ketika hidup.

Buaya terbesar yang pernah dipelihara di penangkaran adalah seekor blasteran buaya muara dengan buaya Siam yang diberi nama Yai (Th.: ใหญ่, berarti besar) (menetas pada 10 Juni 1972) di Kebun Penangkaran Buaya Samutprakarn yang terkenal di Thailand. Binatang melata ini memiliki panjang tubuh hingga 6 m dan berat mencapai 1.114,27 kg.
Buaya raksasa peliharaan yang lain adalah seekor buaya muara yang bernama Gomek. Hewan ini ditangkap oleh George Craig di Papua Nugini dan kemudian dijual ke St. Augustine Alligator Farm di Florida, Amerika. Buaya ini mati karena penyakit jantung pada Februari 1997 dalam usia yang cukup tua. Menurut catatan penangkaran tersebut, ketika mati Gomek memiliki panjang 5,5 m dan mungkin berusia antara 70–80 tahun.
Buaya Bhitarkanika yang terbesar diperkirakan sepanjang 7,62 m. Dugaan ini diperoleh para ahli berdasarkan ukuran sebuah tengkorak buaya yang disimpan oleh keluarga Kerajaan Kanika. Buaya tersebut kemungkinan ditembak mati di dekat Dhamara sekitar tahun 1926 dan kemudian tengkoraknya diawetkan oleh Raja Kanika ketika itu. Dugaan panjang di atas didapat melalui perhitungan, dengan mengingat bahwa panjang tengkorak buaya sekitar sepertujuh panjang total badannya.

Kerabat dekat

Aligator dan kaiman (caiman atau cayman) adalah kerabat dekat buaya yang termasuk suku Alligatoridae. Aligator memiliki tubuh mirip buaya, yang kadang-kadang dikelirukan satu sama lain. Bedanya, aligator memiliki moncong yang cenderung lebar ujungnya, bentuk huruf U apabila dilihat dari atas; sedangkan buaya bermoncong lebih sempit meruncing, bentuk huruf V. Gigi ke-4 di rahang bawah buaya berukuran besar dan muncul di sisi luar rahang atas manakala moncongnya terkatup. Gigi-gigi rahang bawah aligator tersembunyi oleh bibir atasnya manakala moncongnya terkatup.
Gavial alias buaya julung-julung adalah jenis buaya lain lagi yang tergolong suku Gavialidae. Buaya ini memiliki tubuh yang gemuk, namun dengan moncong yang panjang dan kurus, bukan tak mirip dengan kepala ikan julung-julung. Buaya ini juga disebut buaya ikan, karena memang makanan utamanya adalah ikan. Selain itu gavial juga hampir sepenuhnya akuatik, dan hanya sesekali naik ke darat untuk berjemur. Crocodylidae, Alligatoridae dan Gavialidae tergolong ke dalam bangsa (ordo) Crocodilia.
Beberapa kerabat buaya yang telah punah, anggota kelompok yang lebih besar lagi, yakni Crocodylomorpha, yang bersifat herbivora.

Buaya dan manusia

Serangan buaya

Jenis-jenis buaya bertubuh besar dapat sangat berbahaya bagi manusia. Buaya muara dan buaya Nil adalah yang paling berbahaya, membunuh ratusan orang tiap tahun di pelbagai daerah di Asia Tenggara dan Afrika. Buaya rawa dan mungkin pula kaiman hitam yang terancam punah, juga amat berbahaya. Aligator Amerika kurang agresif dan jarang menyerang manusia apabila tak diganggu.
Peristiwa serangan buaya yang paling banyak memakan jiwa kemungkinan adalah yang terjadi di Burma, 19 Februari 1945, semasa Perang Pulau Ramree. Sejumlah 900 orang tentara Kekaisaran Jepang, dalam upayanya untuk mundur dan bergabung dengan pasukan infantri yang lebih besar, telah menyeberangi rawa-rawa bakau sepanjang 10 mil yang dihuni buaya-buaya muara. Dua puluh tentara akhirnya tertawan hidup-hidup oleh pasukan Inggris, dan hampir 500 orang lagi diketahui telah melarikan diri dari Pulau Ramree. Banyak tentara selebihnya yang tewas dimangsa oleh buaya, meskipun senjata tentara Inggris pun tak pelak lagi turut berperan menewaskan pasukan yang malang itu. Di samping nyamuk, buaya tercatat sebagai hewan yang paling banyak menyebabkan kematian pada tahun 2001.

Kulit buaya


Dompet kulit buaya, produk dari Bangkok Crocodile Farm
Meskipun buaya hidup ditakuti orang, namun produk-produk dari kulitnya banyak disukai dan berharga mahal. Kulit buaya diolah untuk dijadikan aneka barang kerajinan kulit seperti dompet, tas, topi, ikat pinggang, sepatu dan lain-lain. Indonesia mengekspor cukup banyak kulit buaya, sekitar 15.228 potong pada tahun 2002, dengan negara-negara tujuan ekspor di antaranya ke Singapura, Jepang, Korea, Italia, dan beberapa negara lainnya. Empat perlimanya adalah dari kulit buaya Irian, dan sekitar 90% di antaranya dihasilkan dari penangkaran buaya.
Daging buaya juga dimakan di beberapa negara seperti di Australia, Etiopia, Thailand, Afrika Selatan, Kuba, dan juga di sebagian tempat di Indonesia dan Amerika Serikat.

Konservasi

Mengingat banyak populasinya yang terus menurun dan menuju kepunahan, banyak jenis buaya di pelbagai negara yang dimasukkan ke dalam status dilindungi. Empat jenis buaya yang ada di Indonesia, yakni Crocodylus novaeguineae (buaya Irian); C. porosus (buaya muara); C. siamensis (buaya Siam); dan Tomistoma schlegelii (buaya sinyulong) telah dilindungi oleh undang-undang.
Untuk mengurangi tekanan terhadap populasi buaya di alam, berbagai upaya penangkaran telah dikembangkan. Buaya muara dan buaya Nil adalah jenis-jenis yang paling banyak ditangkarkan. Penangkaran buaya muara cenderung meningkat, terutama di Australia. Di Indonesia pun telah banyak dilakukan upaya penangkaran buaya ini, meskipun masih setengah bergantung ke alam, mengingat stok buaya yang dipelihara masih mengandalkan pemungutan telurnya dari alam, untuk kemudian ditetaskan dan dibesarkan di penangkaran


sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Buaya


http//upnjatim.ac.id






chameleon








Bunglon (keluarga Chamaeleonidae) adalah khas dan sangat khusus clade dari kadal . Mereka dibedakan oleh mereka zygodactylous kaki, mereka secara terpisah mobile dan stereoskopik mata, sangat lama mereka, lidah sangat dimodifikasi, dan cepat extrudable, gaya berjalan mereka bergoyang, kepemilikan oleh banyak sebuah dpt memegang ekor, puncak-puncak atau tanduk di kepala mereka berbentuk khas, dan kemampuan beberapa untuk mengubah warna. Warna termasuk pink, biru, merah, oranye, biru kehijauan, kuning, dan hijau. Uniknya disesuaikan untuk memanjat dan berburu visual, sekitar 160 spesies bunglon berkisar dari Afrika , Madagaskar , Spanyol dan Portugal , di selatan Asia , untuk Sri Lanka , telah diperkenalkan ke Hawaii , California dan Florida , dan ditemukan di habitat hangat yang bervariasi dari hutan hujan ke gurun kondisi. Bunglon sering dipelihara sebagai hewan peliharaan rumah tangga.

Etimologi
Kata Inggris bunglon (juga chamaeleon) berasal dari bahasa Latin chamaeleō, sebuah pinjaman dari Yunani Kuno χαμαιλέων (khamailéōn), suatu senyawa dari χαμαί (khamaí) "di lapangan" dan λέων (Leon) "singa". Kata Yunani adalah calque menerjemahkan Akkadia nes qaqqari, "tanah singa". 
Evolusi
Bunglon tertua adalah Anqingosaurus brevicephalus dari Paleosen Tengah (sekitar 58,7-61,7 juta tahun ) dari Cina. 
Lain bunglon fosil termasuk Chamaeleo caroliquarti dari Miosen Bawah (sekitar 13-23 mya ) Republik Ceko dan Jerman, dan intermedius Chamaeleo dari Miosen Atas (sekitar 5-13 juta tahun ) dari Kenya.
Para bunglon mungkin jauh lebih tua dari itu, mungkin berbagi nenek moyang yang sama dengan iguanids dan agamids lebih dari 100 juta tahun (agamids menjadi lebih erat kaitannya). Karena fosil telah ditemukan di Afrika, Eropa dan Asia, bunglon itu tentu sekali lebih luas daripada sekarang. Meskipun hampir setengah dari semua spesies bunglon hari ini ditemukan di Madagaskar, ini menawarkan tidak ada dasar untuk spekulasi bahwa bunglon mungkin berasal dari sana.  Monophyly keluarga didukung oleh beberapa penelitian. 
Deskripsi
Bradypodion pumilum, yang "Cape kerdil bunglon" dalam tindakan buang air besar. Tindakan khas dengan mana ia menghindari pengotoran cabang sendiri kebetulan menampilkan perbedaan antara susunan kedepan dan jari-jari kaki belakangnya.
Bunglon sangat bervariasi dalam ukuran dan struktur tubuh, dengan total panjang maksimum bervariasi dari 15 milimeter (0,6 inci) pada pria MICRA Brookesia (salah satu di dunia reptil terkecil ) untuk 68,5 cm (30 in) pada pria oustaleti Furcifer .Banyak kepala atau hiasan wajah, seperti tonjolan hidung, atau tanduk seperti proyeksi dalam kasus Trioceros jacksonii , atau puncak-puncak besar di atas kepala mereka, seperti Chamaeleo calyptratus . Banyak spesies yang dimorfik seksual , dan laki-laki biasanya jauh lebih dihiasi daripada bunglon perempuan.
Kaki bunglon sangat disesuaikan dengan pergerakan arboreal , meskipun spesies seperti Chamaeleo namaquensis, yang sekunder mengadopsi kebiasaan terestrial, telah mempertahankan morfologi kaki yang sama dengan sedikit modifikasi. Pada setiap kaki ada lima jari kaki jelas dibedakan yang dikelompokkan menjadi dua fasikula. Jari-jari kaki dalam jilid masing-masing terikat ke dalam kelompok rata baik dua, tiga, memberikan masing-masing kaki sebuah penjepit penampilan seperti. Pada kaki bagian depan, luar lateralis , kelompok berisi dua jari kaki, sedangkan, dalam medial , kelompok berisi tiga. Pada kaki belakang pengaturan ini dibalik, kelompok medial mengandung dua jari kaki, dan kelompok lateral yang tiga. Ini kaki khusus memungkinkan bunglon untuk pegangan erat pada dahan pohon sempit atau kasar. Selanjutnya, kaki masing-masing dilengkapi dengan cakar tajam untuk mampu pegangan pada permukaan seperti kulit kayu saat memanjat. Hal ini umum untuk menyebut kaki sebagai bunglon didactyl atau zygodactyl , meskipun istilah tidak sepenuhnya memuaskan, baik yang digunakan dalam menggambarkan kaki yang sama sekali berbeda, seperti kaki zygodactyl dari beo atau kaki didactyl dari sloth atau burung unta, tidak ada yang secara signifikan seperti kaki bunglon. Meskipun "zygodactyl" cukup deskriptif anatomi kaki bunglon, struktur kaki mereka tidak menyerupai beo, yang istilah ini pertama kali diterapkan. Adapun didactyly, bunglon tampak memiliki lima jari pada setiap kaki, bukan dua.
Beberapa bunglon memiliki puncak paku kecil yang membentang sepanjang tulang belakang dari proksimal bagian ekor ke leher; baik tingkat dan ukuran paku bervariasi antara spesies dan individu. Tidak ada penjelasan fungsional umumnya meyakinkan untuk fitur ini telah diusulkan.

Senses

Bunglon memiliki mata yang paling khas dari reptil apapun. Kelopak mata atas dan bawah bergabung, dengan hanya cukup besar untuk lubang jarum murid untuk melihat melalui. Mereka dapat memutar dan fokus secara terpisah untuk mengamati dua objek yang berbeda secara bersamaan, ini memungkinkan mata mereka bergerak secara independen satu sama lain. Hal ini memberikan mereka busur 360 derajat penuh visi ke seluruh tubuh mereka. Ketika mangsa berada, kedua mata dapat difokuskan ke arah yang sama, memberikan tajam penglihatan stereoskopis dan persepsi kedalaman . Bunglon memiliki penglihatan yang sangat baik untuk reptil, membiarkan mereka melihat serangga kecil dari jarak jauh (m 5-10).
Seperti ular , bunglon tidak memiliki luar atau tengah telinga , sehingga ada tidak pembukaan telinga atau gendang telinga bayi. Namun, bunglon tidak tuli: mereka dapat mendeteksi frekuensi suara dalam rentang 200-600 Hz.

Lidah struktur
Bunglon memiliki sangat panjang lidah (kadang-kadang lebih lama dari panjang tubuh mereka sendiri) yang mereka mampu memperluas cepat keluar dari mulut. Lidah meluas keluar lebih cepat dari mata manusia bisa mengikuti, sekitar 26 panjang tubuh per detik. Lidah hits mangsa di sekitar 30 seperseribu detik. Lidah bunglon adalah susunan kompleks dari tulang, otot dan urat. Di dasar lidah ada tulang dan ini ditembak maju memberikan lidah momentum awal yang dibutuhkan untuk mencapai mangsanya dengan cepat. Pada ujung lidah elastis ada, otot-klub seperti struktur tertutup lendir tebal yang membentuk cangkir penyedot. Setelah tongkat ujung ke item mangsa, itu ditarik dengan cepat kembali ke dalam mulut.
Bunglon bisa melihat di kedua terlihat dan cahaya ultraviolet . Bunglon terkena sinar ultraviolet menunjukkan peningkatan perilaku sosial dan tingkat aktivitas, lebih cenderung untuk berjemur dan pakan dan juga lebih mungkin untuk mereproduksi karena memiliki efek positif pada kelenjar pineal .

Penyebaran dan habitat



Para kecil, biasanya coklat berwarna Brookesia yang meliputi 33 jenis yang berbeda dari bunglon terutama terestrial
Bunglon terutama ditemukan di daratan Afrika sub-Sahara dan di pulau Madagaskar, meskipun beberapa spesies juga ditemukan di Afrika utara , Eropa selatan , yang Timur Tengah , selatan India , Sri Lanka dan beberapa pulau kecil di India barat Samudra . Ada diperkenalkan, populasi liar dari berjilbab dan Jackson bunglon di Hawaii dan kantong-kantong terisolasi bunglon Jackson liar yang telah dilaporkan di California dan Florida .
Bunglon menghuni semua jenis tropis dan gunung hutan hujan , sabana dan kadang-kadang gurun dan stepa . Para bunglon khas dari Chamaeleoninae subfamili adalah arboreal dan biasanya ditemukan di pohon atau semak-semak, meskipun beberapa (khususnya Bunglon Namaqua ) adalah sebagian atau sebagian besar terestrial . Sebagian besar spesies dari Brookesiinae subfamili, yang meliputi genera Brookesia , Rieppeleon dan Rhampholeon , hidup rendah vegetasi atau di tanah di antara sampah daun . Banyak spesies bunglon terancam oleh kepunahan. Penurunan bunglon jumlahnya karena polusi dan penebangan hutan. [ rujukan? ]

Reproduksi



Barat Usambara Dua-Kisut Bunglon (Kinyongia multituberculata) di pegunungan Usambara , Tanzania .
Bunglon adalah sebagian besar yg menelur , beberapa menjadi Ovoviviparous .
Spesies yg menelur bertelur 3-6 minggu setelah kopulasi . Betina akan turun ke tanah dan mulai menggali lubang, di mana saja dari 10-30 cm (4-12 inci) yang mendalam tergantung pada spesies. Perempuan berubah sendiri sekitar di bagian bawah lubang dan deposito telurnya. Ukuran kopling sangat bervariasi dengan spesies. Kecil Brookesia spesies hanya dapat berbaring 2-4 telur, sementara besar Bunglon Veiled (Chamaeleo calyptratus) telah dikenal untuk meletakkan cengkeraman 80-100 telur. Ukuran kopling juga dapat sangat bervariasi di antara spesies yang sama. Telur biasanya menetas setelah 4-12 bulan, sekali lagi tergantung pada spesies. Telur-telur dari Parson Bunglon (Calumma parsonii), spesies yang langka di penangkaran, yang diyakini mengambil ke atas dari 24 bulan sampai menetas. 
Para Ovoviviparous spesies, seperti Jackson Bunglon (Trioceros jacksonii) memiliki periode kehamilan 5-7 bulan. Setiap bunglon muda lahir dalam membran transparan lengket kantung yolk nya. Sang ibu menekan setiap telur ke sebuah cabang, di mana ia menempel. Semburan membran dan bunglon yang baru lahir membebaskan dirinya sendiri dan naik pergi untuk berburu untuk dirinya sendiri dan bersembunyi dari predator. Betina dapat memiliki hingga 30 hidup pemuda dari satu kehamilan.

Diet

Bunglon umumnya makan serangga , tetapi spesies yang lebih besar seperti Bunglon umum juga dapat mengambil kadal lain dan muda burung . Kisaran diet dapat dilihat dari contoh berikut:
  • Si Bunglon bercadar, Chamaeleo calyptratus dari Saudi , adalah pemakan serangga, tetapi makan daun ketika sumber air tidak tersedia. Hal ini dapat dipertahankan pada diet dari Jangkrik . Mereka bisa makan sebanyak 15-20 jangkrik besar sehari.
  • Jackson Bunglon (Trioceros jacksonii) dari Kenya dan Tanzania utara makan berbagai hewan kecil termasuk semut, kupu-kupu, ulat, siput, cacing, kadal, tokek, amfibi dan bunglon lainnya, serta bahan tanaman seperti daun, tunas tender, dan berry. Hal ini dapat dipertahankan pada diet campuran termasuk daun dandelion kangkung,, selada, pisang, tomat, apel, jangkrik dan waxworms.
  • Si Bunglon umum dari Eropa , Afrika Utara , dan Timur Dekat , Chamaeleo chamaeleon, terutama makan tawon dan belalang sembah ; seperti arthropoda membentuk lebih dari tiga perempat dari diet. Beberapa ahli menyarankan bahwa Bunglon umum sebaiknya tidak menyusui secara eksklusif pada Jangkrik: ini sebaiknya membentuk tidak lebih dari setengah diet, dengan sisa campuran dari waxworms , cacing tanah , belalang , lalat dan bahan tanaman seperti daun hijau, gandum dan buah.
  • Suhu mempengaruhi jumlah makanan yang dimakan.

Perubahan warna



Kamuflase dari Bunglon umum dalam lingkungan alam (sekitar Oueslatia , Tunisia )

Ini Bunglon Umum (Chamaeleo chamaeleon) menjadi hitam
Beberapa spesies bunglon dapat mengubah warna kulit mereka. Berbagai spesies bunglon dapat mengubah warna yang berbeda yang dapat mencakup pink, biru, merah, oranye, hijau, hitam, coklat, biru muda, kuning, biru kehijauan dan ungu.
Tujuan utama dari perubahan warna pada bunglon adalah sinyal sosial, dengan kamuflase sekunder. Perubahan warna sinyal kondisi fisiologis bunglon dan niat kepada bunglon lain. Bunglon cenderung menunjukkan warna yang lebih gelap saat marah, atau mencoba untuk menakut-nakuti atau mengintimidasi orang lain, sementara laki-laki menunjukkan lebih ringan, multi-warna pola saat pacaran perempuan. [ rujukan? ]
Beberapa spesies, seperti Smith kerdil bunglon , menyesuaikan warna mereka untuk kamuflase sesuai dengan visi dari spesies predator tertentu (burung atau ular) bahwa mereka sedang terancam oleh.
Tempat tinggal gurun Namaqua Bunglon juga menggunakan perubahan warna sebagai bantuan untuk termoregulasi, menjadi hitam di pagi dingin untuk menyerap panas lebih efisien, maka warna abu-abu yang lebih ringan untuk memantulkan cahaya pada hari panas terik. Ini mungkin menunjukkan kedua warna pada saat yang sama, rapi dipisahkan kiri dari kanan dengan tulang belakang.

Mekanisme perubahan warna

Bunglon memiliki sel-sel khusus, kromatofora , yang mengandung pigmen dalam mereka sitoplasma , dalam tiga lapisan bawah kulit luar mereka yang transparan:
  1. Sel-sel di lapisan atas, yang disebut xanthophores dan erythrophores , mengandung kuning dan merah pigmen masing-masing.
  2. Di bawah ini adalah lapisan kedua dari sel yang disebut iridophores atau guanophores ; ini mengandung guanin , muncul biru atau putih.
  3. Lapisan terdalam sel, melanophores, mengandung pigmen gelap melanin , mengendalikan seberapa banyak cahaya dipantulkan.
Dispersi dari butiran pigmen dalam kromatofora set intensitas warna masing-masing. Ketika pigmen yang merata di kromatofor, sel seluruh intensif berwarna. Ketika pigmen terletak hanya di tengah sel, sel muncul terutama transparan. Kromatofora cepat dapat memindahkan partikel mereka dari pigmen, sehingga mempengaruhi warna hewan. Kromatofora berubah karena sel-sel mendapatkan pesan dari otak. 

sumber :


http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Chameleon&ei=rF-yT-GOEYr5rQfivoT8Aw&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=1&ved=0CDMQ7gEwAA&prev=/search%3Fq%3Dchameleon%26hl%3Did%26sa%3DX%26biw%3D1366%26bih%3D597%26prmd%3Dimvnsa



http//upnjatim.ac.id